Dear seseorang yang mau mendengarkan isi hatiku,Masih ingat peristiwa 2 minggu yang lalu tepatnya di malam minggu yang sama. Biasa adik sepupuku mengajak teman-temannya untuk menginap di rumah. Seharusnya mereka semua sudah tahu aku tidak menyukai kedatangan mereka tapi tetap saja tidak ada yang peduli dengan omonganku. Omonganku selalu dianggap sebelah mata. Yaah, tidak cuma hari ini atau hari kemarin tapi sudah sekian kali.
Dua minggu yag lalu mereka membuatku brisik hingga tak bisa tidur. Ku ingatkan mereka dengan lisan tapi tak pernah di respon. Saking jengkelnya akhirnya ku nyalakan radio sekencang-kencangnya mungkin semua tetanggaku pada bangun (tapi setelah ku survei mereka tidak ada yang mendengarnya). Eh ternyata yang mendengar adalah Bokap. Dia marah.
"Ngapain setel kenceng-kenceng malem-melem!"
"Sapa suruh brisik, aku jadi ga bisa tidur."
"Yaudah tidur aja di luar!"
Dari kata-kata terakhir yang keluar dari mulut bokap, aku gak bisa berkutik lagi. langsung aku matikan radionya saat itu juga lalu aku berfikir. Oh begini caranya, mereka orang-orang yang bukan siapa-siapa setiap malam minggu dan libur sekolah selalu dibiarkan tidur sesuka hatinya. Semuwa gara-gara ucapan adikku. Giliran aku yang bilang langsung diusir. Diusir. Oh tidak, aku diusir. Benarkah seperti itu. Tapi aku menyadari siapa aku ini. Tak mungkin berlama-lama aku tinggal disini. Segera setelah lulus kuliah nanti, aku akan segera meninggalkan rumah ini dan selamat untuk adikku, kau berhasil mengusirku kali ini.
Ku akui status sebagai anak pungut memang serba salah. Hanya bisa menahan segala perasaan tanpa bisa mengekspresikannya. Asal tahu saja, aku juga tidak mau jadi seperti sekarang ini. Butuh waktu bertahun-tahun untuk tetap bisa bertahan dengan keadaan. Butuh waktu untuk sadar diri bahwa aku cuma anak pungut yang hanya bisa mengalah dengan keadaan. Huh, waktuku masih lumanyan panjang butuh waktu 1tahun lagi untuk menyelesaikan kuliahku. Tapi aku gak boleh menyerah dengan keadaan seperti ini. Cukup ada Ibu yang jadi motivasiku. Hanya engkau yang mengerti keadaanku. Aku tidak mau janji tapi bukti. Suatu saat nanti ijinkan aku bahagiakan dirimu karena aku gak mungkin bisa bahagia sebelum melihatmu bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar