Seperti biasa, malam ini saya numpang makan lagi di rumah
tetangga.
Gak tau kok rasanya nikmat baget bisa kumpul dan makan
bareng di keluarga Ibu Salamah. Ya, Ibu Salamah adalah tetanggaku. Meski hanya
makan pake sambel dan ikan asin, tapi nikmatnya, Subhanallah sungguh luar
biasa. Saya tak pernah merasakan masakan yang dibuat dengan cinta seperti ini.
Ibu saya jarang masak, karena beliau sibuk bekerja. Berangkat pagi pulang
malam, begitulah Ibu. Saya paham betul sikap beliau. Demi memenuhi kebutuhan
keluarga, ibu saya harus kerja mati-matian. Meski sekarang Ibu telah tiada,
namun rasa hormat dan cintaku tak akan pernah pudar.
Makan malam di keluarga ini, mengingatkanku beberapa tahun
lalu. Pak Kasran, suami bu Salamah yang sudah ku anggap seperti ayahku sendiri,
beliau pernah berkata “kamu ini sudah menjadi bagian dari keluarga ini, jika
bapak siapkan makan untuk anak bapak, berarti itu sudah ada jatahmu juga.”
Hampir menangis saya mendengar kata-kata itu. Keluarga ini
begitu baik terhadapku. Makan, tidur, mandi adalah wajar bagiku jika di
keluarga ini. Meski hidup sederhana tapi mereka bahagia. Makan bersama, nonton
tv bersama, tidurpun juga bersama. Mereka hanya punya dua kamar, sedang
keluarga mereka ada 9 orang. Aku iri. Iri karena tak memiliki keluarga seutuh
ini
Keluarga ini seperti keluargaku, meski tak ada darah mereka
dalam tubuhku. Aku tak tahu apa yang bisa kuberikan sebagai balasan atas
kebaikan kalian. Namun jika Tuhan memberikan kesempatan, akan kubagikan
kebahagiaanku pada kalian.
Eh kok mataku berair ya ����
BalasHapus